Pemberdayaan masyarakat di dalam dan sekitar kawasan konservasi adalah upaya yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat secara adil dalam memperbaiki kesejahteraan dan meningkatkan peran serta mereka dalam kegiatan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya secara berkelanjutan. Oleh karena itu, pemberdayaan masyarakat memerlukan keterlibatan pemerintah daerah serta berbagai pihak untuk menjamin keberlanjutan berbagai hasil yang dicapai oleh masyarakat. Untuk meningkatkan kemampuan masyarakat, perlu diciptakan suasana yang kondusif, agar potensi yang dimiliki masyarakat berupa pengalaman, budaya tradisional serta kondisi atau kesepakatan turun temurun dapat berkembang.
Kegiatan pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan konservasi yang menjadi kebijakan Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) didasarkan pada UU No. 5 Tahun 1990 Pasal 4 dan Pasal 37 yang menjelaskan bahwa pemerintah berkewajiban untuk mendorong peran serta rakyat dalam konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya serta UU No. 41 Tahun 1999 Pasal 70 bahwa masyarakat turut berperan serta dalam pembangunan di bidang kehutanan. Pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan konservasi bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang mau dan mampu mengembangkan kreatifitas yang bertumpu pada potensi sosial, ekonomi, budaya, dan lingkungan yang mereka miliki guna mendukung kelangsungan pembangunan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dalam rangka peningkatan perlindungan, pengawetan/pembinaan, dan pemanfaatan kawasan konservasi untuk kesejahteraan masyarakat.
Berdasarkan hal tersebut di atas, paradigma pembangunan kehutanan telah dirubah dengan upaya menempatkan masyarakat sebagai subyek pembangunan kehutanan. Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tersebut dilakukan melalui program pemberdayaan masyarakat, dengan wadah “Model Desa Konservasi (MDK) di Sekitar Kawasan Konservasi”. MDK merupakan desa yang dijadikan model/contoh bagi desa lain di sekitar kawasan konservasi, baik yang di darat maupun di perairan dalam upaya pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan konservasi dengan memperhatikan aspek konservasi, sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat setempat, serta akan menjadi contoh dalam pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan konservasi. Dengan terlaksananya 3 (tiga) kegiatan pokok tersebut pada MDK, diharapkan dapat diperoleh manfaat ekologi, sosial dan ekonomi.
Model Desa Konservasi (MDK) merupakan sebuah pendekatan baru yang dilakukan oleh Direktoreat Jendral PHKA dalam pengelolaan kawasan konservasi. MDK melibatkan masyarakat dalam pengelolaan kawasan konservasi. Model ini memberi peluang kepada masyarakat untuk mendapat akses yang aman untuk pemanfaatan kawasan sehingga dapat menjamin komitmen jangka panjang mereka untuk mendukung konservasi kawasan hutan. Model akses pemanfaatan ini bisa berbeda dari satu kawasan ke kawasan lain tergantung pada kesepakatan dengan pihak yang berwenang dalam pengelolaan kawasan.
MDK diperkenalkan sebagai salah satu upaya menyelamatkan degradasi kawasan konservasi di Indonesia. Sebagian besar dari sekitar 22 juta hektar kawasan konservsi rusak karena beberapa faktor, antara lain: konversi lahan, kebakaran hutan, pembalakan liar (illegal logging), pasar ilegal untuk spesies langka, serta tingginya laju pertumbuhan penduduk. Menurut data dari PHKA saat ini terdapat sekitar 2.040 desa di daerah penyangga kawasan konservasi yang jumlah penduduknya mencapai sekitar 660.845 keluarga. Sebagian besar penduduk tersebut sangat tergantung pada sumber daya alam di kawasan hutan. Oleh karena itu, pelibatan masyarakat adalah salah satu kunci keberhasilan upaya konservasi kawasan dengan nilai keanekaragaman hayati yang tinggi.
MDK bertujuan untuk menciptakan dan meningkatkan kapasitas masyarakat agar ketergantungan mereka terhadap Kawasan Konservasi menjadi berkurang. MDK diharapkan dapat berdampak positif terhadap perlindungan, pengawetan serta pemanfaatan kawasan konservasi.
Pada tahap prakondisi, diawali dengan melakukan sosialisasi program MDK kepada pemerintah desa yang terdiri dari Kepala Desa, Sekretaris Desa, Ka Urusan Pembangunan, Ka Urusan Pemerintahan serta tokoh masyarakat Loangun. Dalam kegiatan ini, tim menjelaskan bahwa program MDK merupakan program pemberdayaan masyarakat bagi kalangan masyarakat (petani atau nelayan) yang pendapatannya masih tergolong rendah dan memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap sumberdaya alam. Adapun bentuk kegiatan ekonomi yang dikembangkan oleh masyarakat disesuaikan dengan potensi yang ada di Desa Loangun sehingga dari diskusi dengan pemerintah desa maka kegiatan pengembangan usaha ekonomi diarahkan pada kegiatan perikanan karena sebagian besar masyarakat yang ada di desa ini bermata pencaharian sebagai petani dan Desa Loangun merupakan sentra produksi kakao yang ada di kepulauan Togean walaupun ada juga masyarakat yang melakukan aktivitas nelayan untuk menambah penghasilan ataupun dikonsumsi pribadi